Para pemuka kabilah sepakat untuk membangun kembali Ka’bah yang porak poranda oleh bencana alam, lalu oleh berbagai peristiwa yang menimpa Kota Mekkah Al Mukarromah. Yang menarik adalah, para pemuka kabilah sepakat untuk tidak membangun Ka’bah dari bahan bangunan dan dari uang yang haram. Pada saat itu, ada yang menyampaikan kepada para pemuka kabilah bahwa ada kapal besar yang karam di tepi pantai. Maka dengan cara bergotong royong, kayu bekas kapal yang karam tersebut diambil dan dijadikan dinding Ka’bah.
Semua pemimpin saling bersikukuh dan
tidak ada yang mau mengalah. Ini masalah kebanggaan dan harga diri. Setelah bersetigang
sekian lama, mereka melihat sosok nabi Muhammad muda yang sopan dan paling
jujur. Saat ada salah seorang pemuka kabilah menyahut kepada yang lain bahwa
bagaimana bila Nabi Muhammad yang dijadikan petugas untuk menempatkan Hajar
Aswad ke sisi sudut Hajar Aswad. Serentak mereka mengatakan “setuju”. Mereka setuju
karena batu yang mulia dipegang oleh sosok yang mulia lagi dapat dipercaya,
tidak pernah berbohong dan sangat santun terhadap sesama.
Nabi Muhammad SAW tersenyum,
kecerdasannya muncul. Beliau mengeluarkan sebuah kain putih besar. Lalu meminta
setiap pemuka kabilah untuk memegang ujung daripada kain tersebut. Lalu nabi
menempatkan Hajar Aswad disisi sudut Ka’bah tanpa dengan baik. Kecerdasannya telah
menggagalkan perseteruan yang bakal dahsyat. Bahkan karena menyangkut harga
diri dan prestige, bisa menyebabkan pertumpahan darah. Egoisme kesukuan pada
saat itu diredam oleh kecerdasan Nabi Muhammad SAW. Nabi memahami bahwa
egosentris tidak dapat diselesaikan dengan sikap frontal. Ini tauladan untuk
kita, mungkin untuk anda yang saat ini sedang duduk di kursi panas
pemerintahan.
0 Comments