Stabilitas Permintaan Uang ; Indonesia dan Malaysia


Stabilisasi permintaan uang pada umumnya dianggap penting untuk pembentukan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Hal ini memungkinkan para pengambil kebijakan untuk dapat memutuskan suatu perubahan dalam agregat moneter yang nantinya diharapkan dapat berpengaruh pada tingkat output, suku bunga dan harga. Oleh karena itu, penelitian empiris maupun teoritis mengenai stabilitas permintaan uang menjadi penting untuk dilakukan. Dengan mengetahui fungsi permintaan uang di suatu negara akan menjaga kemungkinan terjadi suatu gangguan terhadap agregat monoter dalam penargetan likuiditas secara keseluruhan[1] dan tentu saja hal tersebut akan berdampak pada perekonomian.
Sebuah prasyarat untuk keberhasilan pelaksanaan moneter targeting adalah hubungan yang stabil dan dapat diprediksi antara agregat moneter yang ditargetkan dan kegiatan ekonomi. Friedman dalam Sahrir (2000) berpendapat bahwa kebijakan moneter dapat memberikan kontribusi dalam mencapai stabilitas ekonomi dengan mengendalikan besaran-besaran moneter yang bergerak tidak terkendali sehingga menjad penyebab ketidakstabilan ekonomi[2].
Kebijakan moneter di suatu Negara merupakan otoritas Bank Sentral. Fungsi dari Bank Sentral adalah untuk mengendalikan stabilitas moneter dan keuangan termasuk didalamnya mengatur peredaran uang di masyarakat. Bank sentral Indonesia dalam hal ini adalah Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah, tujuan tersebut telah terangkum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin dalam inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targetting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang. Demikian pula dengan Bank Sentral Malaysia dalam hal ini adalah Bank Negara Malaysia (BNM) memiliki peranan penting dalam menjaga kestabilan sistem moneter. 

klik untuk pesan
 Sebagian tugas Bank Sentral adalah melakukan pengaturan jumlah uang beredar (JUB) dan dalam hal ini adalah fungsi penawaran uang. Dalam jangka pendek, penawaran uang adalah konstan (otonomus). Dalam perekonomian, uang dalam bentuk logam dan kertas hanya boleh dicetak oleh bank sentral. Namun, bank umum juga dapat mencetak uang secara tidak langsung melalui M1 dan M2 dan deposito jangka panjang. Oleh karena itu, bank sentral juga mengelola penawaran uang melalui berbagai kebijakan moneter (tight money policy dan easy money policy) yang akan menstimulasi bank-bank umum untuk bertindak sesuai dengan arah yang diinginkan.

Sumber data : SEKI-BI dan BNM 2012, Data Diolah

Data diatas menunjukkan peningkatan jumlah uang beredar di Indonesia dan Malaysia. Data tahunan 2004-2011 menunujukan kedua Negara mengalami tren kenaikan jumlah uang beredar di masyrakat yang cukup signifikan. Walaupun secara agregat mengalami kenaikan, namun untuk kasus tahun 2008 penawaran uang M1 tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan, ini ditandai dengan pertumbuhan yang hanya naik sebesar 1,49 % padahal, pada tahun yang sama pemerintah Indonesia telah meratifikasi Undang-undang perbankan syariah. Penyebaran uang di Malaysia baik uang kartal, M1 dan M2 bila ditinjau dari data diatas mengalami pertumbuhan yang cukup baik.
Sifat penawaran uang bersifat otonomus, sebaliknya sifat permintaan uang fleksibel, berubah sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Diantara faktor yang mempengaruhi permintaan uang adalah suku bunga, pendapatan (Milton Friedman). Konsep permintaan uang konvensional salah satunya dipengaruhi suku bunga (Friedman). Namun, Islam tidak pernah menjadikan bunga sebagai sebuah mekanisme dalam proses manajemen permintaan uang. Konsekuensinya, Islam mencoba melakukan terobosan dalam pengaturan permintaan uang dengan strategi yang bergantung pada sejumlah instrumen, tiga diantaranya sangat penting[1].
Pertama, karena nilai-nilai dan institusi memainkan peran penting di hampir semua aspek kehidupan manusia. Hal ini lebih berorientasi positif terhadap mereka dan mencoba untuk menciptakan lingkungan yang sehat dalam mewujudkan alokasi dan distribusi sumber daya yang sesuai dengan nilai-nilai syariah (maqashid syariah). Ini menyatakan bahwa seluruh sumber daya yang telah Allah amanahkan harus dimanfaatkan dengan efisien dan adil.
Kedua, ketika nilai-nilai diabaikan maka mereka akan memperkuat diri dengan sejumlah lembaga sosial, ekonomi dan politik. Salah satunya adalah mekanisme harga yang diharapkan dapat lebih efisien dalam penggunaan sumber daya. Sementara mekanisme harga dengan sendirinya tidak dapat menghasilkan alokasi sumber daya yang sudah sesuai dengan realisasi tujuan, dan hal tersebut sudah dipastikan dapat memberikan kontribusi yang positif ketika diperkuat oleh sistem nilai (nilai-nilai syaria).
Ketiga, saat lembaga keuangan berbasis bunga memiliki kecenderungan untuk memberikan kesempatan dalam melakukan aktifitas konsumsi yang berlebihan, spekulasi dan investasi yang tidak produktif maka saat itu pula Islam hadir untuk meniadakan bunga dan melakukan pendirian lembaga keuangan yang didasarkan atas proft and loss sharing[2]. Perilaku masyarakat dalam melakukan permintaan uang lambat laun mengalami perubahan seiring dengan diberlakukannya sistem perbankan ganda di kedua negara.
Sistem perbankan ganda diberlakukan dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Pemberlakuan sistem perbankan ganda di Malaysia berlangsung dalam dua tahap besar. Tahap pertama berlangsung pada tahun 1990, pada tahapan ini perbankan konvensional dan perbankan syariah berjalan secara beriringan dengan mekanisme pasar lebih terbuka. Tahap kedua berlangsung sejak tahun 2001, dimana perbankan syariah menjadi bahan utama dari pengembangan industri keuangan Malaysia. Perbankan syariah di Malaysia berkembang maju dan komprehensif sehingga dapat memberikan pemasukan nasional secara kualitatif dan kuantitatif guna memenuhi kebutuhan ekonomi Negara. Dari sini terlihat keseriusan pemerintah Malaysia dalam mendorong perkembangan industri keuangan syariah. Pada tahun 1993, otoritas perbankan Malaysia mengeluarkan kebijakan yang disebut dengan Skim Perbankan Islam (SPI). Program Skim Perbankan Islam dilaksanakan pada tahun 1993 hingga 2000 sebagai suatu upaya memperkuat jaringan pelayanan perbankan syariah, mentargetkan kenaikan share market perbankan syariah hingga 5 % serta memperbanyak jenis layanan bank syariah. Disamping itu dibentuklah majlis penasihat syariah pada tingkat nasional dan pembuatan Jabatan Perbankan Islam dan Takaful pada Bank Negara Malaysia[3]. Keterlibatan pemerintah Indonesia dalam mendorong pengembangan perbankan syariah masih belum terlihat nyata. Hal ini diungkapkan dalam outlook perbankan syariah tahun 2012 yang memposisikan asset perbankan syariah hanya mampu berada di level 3,88% terhadap aset perbankan nasional. Berbeda jauh dengan pemerintah Malaysia yang telah jauh melangkah dengan melakukan deregulasi keuangan yang menjadikan industri keuangan syariah sebagai satu sektor utama pengembangan industri keuangan nasional Malaysia. Permintaan uang islam berupa demand deposit dan investment deposit mampu terdorong melampaui Indonesia.
baca









[1] Chapra, Umer. Islamic strategy (1992), pp. 213-27.
[2] Chapra, Muhammad Umer. “ Monetary Management in an Islamic Economy “. Islamic Economic Studies. Vlo. 4, No. 1, Desember 1996.
[3] Bank Negara Malaysia

[1] Kaleem, Ahmad and Mansor Mohammad Isa. “Islamic Banking and Money Demand Function in Malaysia “.Pakistan Economic and Social Review Volume 44, No. 2 (Winter 2006), pp. 277-290
[2] Sabirin, Sahrir. “Strategi Pemulihan Ekonomi Era Pemerintahan Baru”. Pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh KAGAMA Jawa Timur dan Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil di Surabaya, 5 Februari 2000.

Load comments

0 Comments