Saya: kalau kamu jatuh
sakit, kamu kamu tidak ?
Anak kecil : tentu tidak kak Saya: kalw kamu putus sekolah, gimana? Anak kecil : gak mau juga, pendidikan itu sangat penting kak Saya: terakhir, kalau kamu jatuh miskin..gimana ? Anak kecil : gak mau kak, pokoknya jangan sampai. Kalau miskin, aku kan gak bisa berangkat haji. |
Sakit, putus sekolah, buta hurup dan miskin merupakan mimpi buruk bagi setiap orang. Bukan hanya orang dewasa, anak kecil pun paham benar dengan akibat yang akan ditimbulkan dari hal-hal diatas. Kita yakini bersama bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yang paling mendasar, yaitu kesehatan, pendidikan dan terkahir ekonomi.
Pertama,
kesehatan. Manusia berjuang dan hidup untuk mendapatkan
kesempatan harapan hidup yang panjang. Pernahkah kita mendengar atau melihat
seseorang yang menginginkan umurnya hanya seumur jagung. Nampaknya tidak
pernah, bahkan mungkin saya rasa tidak pernah ada. Semua orang sepakat bahwa
umur yang paling ideal adalah umur yang panjang. Mari kita cermati lagu ini :
Panjang umurnya, panjang
umurnya, panjang umurnya serta mulia... Serta mulia, serta mulia.
|
Bahkan dalam setiap kesempatan, doa yang kita panjatkan kepada Tuhan adalah permintaan untuk memiliki umur yang panjang, sehat jasmani dan rohani. Banyak hal-hal besar yang dapat ditoreh bilamana kita memiliki kesehatan yang prima dan umur yang panjang.
Kedua,
pendidikan. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan setinggi-tingginya (sumber). Sedangkan pengertian pendidikan
menurut UU No.23 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (sumber). Bila
ditinjau menurut UU No. 2 Tahun 1989, bahwa tujuan diselenggarakannya
pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantab dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (sumber). Pendiikan merupakan hal
yang paling penting. Secara lahiriah, pendidikanlah yang mampu mengubah manusia
menjadi arif dan beradab.
Ketiga,
ekonomi. kemampuan ekonomi secara finansial
memungkinkan seseorang untuk dapat mengkonsumsi tiga hal dasar utama. Yaitu
sandang, pangan dan papan. Untuk sebagaian kalangan, kemampuan ekonomi secara
finansial menjadi harkat dan martabak tersendiri.
Negara
sebagai otoritas kebijakan, memiliki tugas untuk menjamin seluruh rakyatnya
mendapatkan semua kebutuhan dasar manusia secara adil dan merata. Kemudian,
bagaimana dengan Indonesia ? Sudahkah pemerintah memberikan jaminan kesehatan,
pendidikan dan ekonomi kepada seluruh rakyat Indonesia. Untuk menjawabnya, kita
highlight sejenak beberapa fakta berita berikut :
Judul
Berita
|
Baca
Berita
|
Pendidikan
|
|
Pendidikan di Indonesia Sedang Sakit ( Republika
)
|
|
Ratusan Kabupaten/kota di Indonesia Kekurangan
Guru SD dan SMP (Jurnas)
|
|
19 Persen Bangunan Sekolah di Indonesia Dalam
Keadaan yang Rusak (Pekalongan Kota)
|
|
Mahalnya Biaya Pendidikan di Negeri Ini
|
|
Wajah Sistem Pendidikan Indonesia
|
|
Ini Modus Favorit Penyelewangan Dana Pendidikan
di Indonesia
|
|
Kesehatan
|
|
Indonesia Hadapi Beban Ganda Gizi (IPB)
|
|
Gizi Buruk Mengancam Stabilitas Negara (Kompasiana)
|
|
Penyebab Tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi
(Menkokesra)
|
|
Indonesia Masih Kekurangan 12.000.000 Dokter
|
|
Angka Harapan Hidup Wanita Indonesia Tinggi,
Namun Tingkat Pendidikan Rendah (Detik)
|
|
Indonesia Kekurangan 1.294 Puskesmas
|
|
Kemiskinan
|
|
Meski Turun, Angka Pengangguran di Indonesia
Masih Tinggi
|
|
Menkokesra Akui Sulit Tekan Angka Kemiskinan
|
|
Pemerintah Gagal Pangkas Kemiskinan
|
|
BPS Akui Kemiskinan di Indonesia Semakin Dalam
dan Parah
|
|
Ketimpangan Pendapatan Warga Indonesia
Disinyalir Lebih Rendah Dari Negara Tetangga
|
|
Pemerintah Proyeksi Rasio Gini Tahun 2014
Menurun
|
Fakta-fakta diatas berimplikasi nyata terhadap rendahnya kualitas pembangunan manusia di Indonesia. Kita tidak bisa menutup mata bilamana masih banyak anak-anak negeri ini "rela" putus sekolah bahkan ada yang tidak mampu mengenyam pendidikan dikarenakan oleh kelalaian pemerintah daerah maupun pusat. Dari catatan UNDP tahun 2012 (sumber), Indonesia menduduki posisi ke 121 dari 187 negara di dunia dalam hal kualitas pembangunan manusia. Indonesia tertinggal jauh dengan lima Negara Asean lain seperti Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia,Thailand dan Philipina.
Sumber : UNDP 2012 – Data Diolah
Selain
itu catatan buruk indonesia dapat dilihat dari koefisien gini tahun 2012 yang
berada pada 0,41 (sumber) yang artinya bahwa disparitas pendapatan antar
penduduk masih sangat tinggi. Boleh jadi ini terjadi karena faktor-faktor
produksi hanya terjadi di kota-kota besar. Sehingga velositas uang hanya
berputar di daerah tertentu saja. Otonomi daerah yang sudah lama berjalan
nyatanya belum memberikan bukti yang nyata dapat mengurangi disparitas pendapatan
masyarakat. Bahkan pajak dan subsidi sebagai variabel solusi dari kurva lorenz
tidak mampu memberikan banyak pengaruh pada permasalahan ini. Bukan tanpa
sebab, banyak uang pajak dan subsidi yang mengalir "tidak pada
tempatnya" alias mengalir ke kantong-kantong para oknum pejabat
pemerintahan.
Kebutuhan
belanja Indonesia tahun ini cukup besar yaitu Rp 1.842,5 T. Sedangkan
proyeksi pendapatan hanya mampu mencapai Rp 1.667,1 T. Maka lagi-lagi
untuk menutup defisit anggaran, pemerintah menggunakan kebijakan hutang yang
didapatkan dari sektor SBN serta pinjaman lainnya dengan total sebesar Rp 250,9
T. Dengan melihat data keuangan tersebut kita bisa memastikan bahwa
Indonesia masih berkutat pada perbaikan ekonomi Negara dan masih belum fokus
pada pembangunan manusia seutuhnya. Diakui atau tidak, anggaran pendidikan
hanya mendapat jatah 80,7 T kalah dengan anggaran untuk pertahanan dan
pekerjaan umum. Sedangkan anggaran kesehatan mendapatkan porsi 46,5 T.
Kita
membutuhkan percepatan dalam pembangunan manusia ini. Ibaratnya, bilamana
mengemudi kendaraan dari Bandung-Jakarta, maka kendaraan harus dibawa dengan
kecepatan minimal 80-90 km/jam, bukan 10-20 km/jam. Selain itu juga kendaraan
yang dipakai benar-benar harus memenuhi spesifikasi medan seberat apapun.
Bilamana kemampuan pemerintah dalam melakukan pembangunan manusia mengalami
kendala, lalu apa solusi konkrit agar percepatan kualitas manusia Indonesia ini
bisa terealisasi dengan nyata, bukan hanya diskusi kosong diatas meja.
Pertama,
Transparansi Anggaran dan Penggunaannya Harus Setepat Mungkin.
Banyak anggaran belanja pemerintah yang bengkak tanpa jelas statusnya. Ini
tidak bisa dipungkiri, karena hingga saat ini pengelolaan keuangan nasional
masih belum benar-benar transparan. Misal, untuk anggaran sekolah yang kita
sebut dengan dana BOS ternyata masih terjadi banyak penyelewengan anggaran di lapangan.
Berikut highlight beberapa kasus penyelewengan dana BOS.
Judul
Berita
|
Baca
Berita
|
Skandal Dana BOS
|
|
80% Daerha Belum Laporkan Pengelolaan Dana BOS
|
|
Pengelolaan Dana BOS Tidak Transparan
|
|
Sulitnya Tekan Penyelewengan Dana BOS
|
|
Penyelewengan Dana BOS Madrasah di Tanjabbar
Diusut
|
|
Oknum Kepala Sekolah Diduga Gunakan
Dana BOS Untuk Keperluan Pribadi
|
|
Korupsi Dana BOS, Kepala Sekolah SD
Dipolisikan
|
|
Kepala Sekolah Tersandung Dana BOS
|
Di
kalangan tenaga kerja pemerintahan, sudah biasa mendengar kata mark up anggaran
atau “jatah” atau “ongkos lelah” untuk setiap dana yang masuk ke
pos-pos kantor pemerintahan. Walaupun upaya reformasi birokrasi (Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014) sudah disahkan
DPR dan Pemerintah Pusat namun pada faktanya penyelewengan anggaran di lapangan
masih banyak terjadi. Otomatis, anggaran yang seharusnya membantu masyarakat
ekonomi menengah ke bawah sudah habis di tingkat pemerintahan. Nampaknya yang paling penting bukan hanya perbaikan
pengelolaan dana/anggaran pemerintah se-transparan mungkin, melainkan
pembangunan karakter para tenaga kerja pemerintahan. Seminimal apapun anggaran
yang telah pemerintah anggarkan, bila dikelola seefektif mungkin dan dikelola
oleh para aparatur yang berkarakter maka program apapun akan berjalan sesuai
dengan apa yang diharapkan.
Kedua,
Gerakan Berbagi Nasional (Compassionate-Relief).
Sebagai
warga Negara yang baik, selayaknya kita patut untuk ikut serta membangun bangsa
menjadi lebih baik. Berkaitan dengan masalah pembangunan kualitas manusia, maka
dapatlah kita membantu bangsa dengan berbagai hal, baik itu dengan materi,
tenaga dan lainnya. Berbagi bukan hanya akan mendekatkan yang jauh, namun
mendekatkan rezeki agar lebih berkah. Dalam kamus bahasa Indonesia, berbagi
berarti membagi sesuatu bersama, membagi diri atau bercabang (sumber).
Sedangkan menurut bahasa Inggris, berbagi berarti pemakaian secara bersama atas
sumber daya atau ruang. Dalam arti sempit merujuk pada sebuah penggabungan
penggunaan secara baik alternatif terbatas atau inheren (sumber).
Jumlah
penduduk Indonesia menurut badan pusat statistik adalah 237.641.326 orang (sumber). Andaikan dari sekian jumlah penduduk ada 25% orang yang
memiliki kelebihan uang dan mengumpulkan sebagian hartanya 1 juta per orang.
Berarti 59.410.332 orang dikali 1 juta
rupiah = 59.410.331.500.000 atau 59 Triliun. Angka yang sangat
fantastis. Mari kita berhitung dengan uang sebanyak itu dapat dikonversi
menjadi apa saja.
Indonesia
masih membutuhkan lebih dari 1000 bangunan sekolah yang layak pakai. Bila kita
berkunjung ke daerah-daerah, banyak sekali sekolah baik SD, SLTP hingga SMU
yang bangunannya sudah hampir roboh bahkan tidak layak pakai sama sekali. Maka
salah satu prioritas utama dalam gerakan berbagi ini adalah pembangunan sarana
dan prasarana pendidikan. Selain itu, Indonesia juga membutuhkan lebih dari 500
bangunan puskesmas dengan fasilitas lengkap dan dengan layanan medis 24 jam. Untuk
menunjang aktivitas ekonomi masyarakat menengah ke bawah, maka program
terobosansnya adalah pembangunan pasar tradisional. Pasar adalah tempat
stategis masyarakat desa untuk melakukan pemutaran uang. Semakin banyak
velositas uang, semakin besar peluang masyarakat setempat untuk mendapatkan
pendapatan yang lebih layak. Maka dengan dibangunnya sekolah, puskesmas, pasar
tradisional diharapkan mampu mengurangi tingginya angka buta hurup, angka
kematian ibu dan anak, serta tereduksinya disparitas pendapatan masyarakat. Dengan
total prakiraan sumbangan yang mencapai lebih dari 59 triliun maka akan
menyisakan dana sekitar 2,8 T. sangat luar biasa kekuatan berbagi.
Perkiraan dan Proyeksi
|
|||||
No
|
Konversi
|
Harga Satuan
|
Jumlah
|
Qty
|
Total Harga
|
1
|
Bangunan Sekolah SD
|
5,000,000,000
|
100
|
1
|
500,000,000,000
|
2
|
Jasa Tenaga Pengajar
|
2,500,000
|
800
|
12
|
24,000,000,000
|
3
|
Operasional Sekolah
|
5,000,000
|
100
|
12
|
6,000,000,000
|
4
|
Bangunan Sekolah SLTP
|
8,000,000,000
|
60
|
1
|
480,000,000,000
|
5
|
Jasa Tenaga Pengajar
|
3,000,000
|
1,200
|
12
|
43,200,000,000
|
6
|
Operasional Sekolah
|
10,000,000
|
60
|
12
|
7,200,000,000
|
7
|
Bangunan Sekolah SMU
|
10,000,000,000
|
30
|
1
|
300,000,000,000
|
8
|
Jasa Tenaga Pengajar
|
3,500,000
|
1,500
|
12
|
63,000,000,000
|
9
|
Operasional Sekolah
|
20,000,000
|
30
|
12
|
7,200,000,000
|
10
|
Bangunan Puskesmas
|
25,000,000,000
|
40
|
1
|
1,000,000,000,000
|
11
|
Peralatan Medis
|
10,000,000,000
|
40
|
1
|
400,000,000,000
|
12
|
Jasa Tenaga Medis
|
5,000,000
|
400
|
12
|
2,000,000,000
|
13
|
Pasar Tradisional
|
15,000,000,000
|
20
|
1
|
300,000,000,000
|
14
|
Modal Pembiayaan Mikro
|
300,000
|
178,230,994.50
|
1
|
53,469,298,350,000
|
Total
|
56,601,898,350,000
|
Catatan:
- Jasa pengajar SD : 8 tenaga pengajar per sekolah. Dikali 12 bulan
- Jasa Pengajar SLTP : 20 tenaga pengajar per sekolah. Dikali 12 bulan
- Jasa Pengajar SMU : 50 tenaga pengajar per sekolah. Dikali 12 bulan
- Modal pembiayaan mikro : dikali dengan 75 persen sebagian penduduk Indonesia. Mekanisme pembiayaan pembiayaan dilakukan dengan mekenisme koperasi.
- Dari 59 Triliun, masih bersisa Rp 2,808,433,150,000 atau 2,8 T
Mungkin
angka 1 juta masih terlalu tinggi. Mari kita coba untuk menurunkan besaran
nominalnya. Kita coba dengan Rp 100.000 per orang. Maka dengan
nominal tersebut akan terkumpul uang sebanyak Rp 5.941.033.150.000 atau 5,9
T. Maka berikut proyeksi konversi dana sumbangan tersebut :
Perkiraan dan Proyeksi
|
|||||
No
|
Konversi
|
Harga
|
Jumlah
|
Qty
|
Total Harga
|
1
|
Bangunan Sekolah SD
|
5,000,000,000
|
100
|
1
|
500,000,000,000
|
2
|
Jasa Tenaga Pengajar
|
2,500,000
|
800
|
12
|
24,000,000,000
|
3
|
Operasional Sekolah
|
5,000,000
|
100
|
12
|
6,000,000,000
|
4
|
Bangunan Sekolah SLTP
|
8,000,000,000
|
60
|
1
|
480,000,000,000
|
5
|
Jasa Tenaga Pengajar
|
3,000,000
|
1,200
|
12
|
43,200,000,000
|
6
|
Operasional Sekolah
|
10,000,000
|
60
|
12
|
7,200,000,000
|
7
|
Bangunan Sekolah SMU
|
10,000,000,000
|
30
|
1
|
300,000,000,000
|
8
|
Jasa Tenaga Pengajar
|
3,500,000
|
1,500
|
12
|
63,000,000,000
|
9
|
Operasional Sekolah
|
20,000,000
|
30
|
12
|
7,200,000,000
|
10
|
Bangunan Puskesmas
|
25,000,000,000
|
40
|
1
|
1,000,000,000,000
|
11
|
Peralatan Medis
|
10,000,000,000
|
40
|
1
|
400,000,000,000
|
12
|
Jasa Tenaga Medis
|
5,000,000
|
400
|
12
|
2,000,000,000
|
13
|
Pasar Tradisional
|
15,000,000,000
|
20
|
1
|
300,000,000,000
|
Total
|
3,132,600,000,000
|
Tingginya
biaya pendidikan di Indonesia mengancam banyak kader anak-anak bangsa putus
sekolah. Bahkan dalam catatan UNESCO tahun 2011, Indonesia menempati posisi ke
69 dari 127 Negara dalam hal tinggginya anak putus sekolah (sumber). Maka keprihatinan
ini jangan lagi ditunda-tunda. Bila memang pemerintah belum mampu memberikan
pelayanan pendidikan yang paripurna untuk masyarakat, maka masyarakat sendiri harus
ikut serta membangun bangsa. Pada perkiraan diatas saya hanya menghilangkan
item modal pembiayaan mikro yang membutuhkan nominal yang sangat besar. Dengan
nominal Rp 3,13 T , Indonesia akan memiliki 100 bangunan sekolah SD, 60
bangunan sekolah SLTP, 30 bangunan sekolah SMU, 30 puskesmas baru dan 20 pasar
tradisional. Untuk kalangan menengah ke atas, uang dengan nominal Rp 100.000
hanya cukup untuk makan di restoran satu kali kunjungan saja dan nampaknya
sangat ringan bila diikutsertakan dalam gerakan Indonesia berbagi. Bisa kita
bayangkan berapa jumlah sekolah baru, puskesmas baru, pasar tradisional yang
baru akan terbangun bila gerakan Indonesia berbagi terus digalakan satu tahun
sekali. Percepatan pembangunan kualitas manusia yang berkarakter akan
benar-benar terealisasi dengan nyata.
Kekuatan Berbagi (25% dari Total
Penduduk Indonesia) - Default
|
|
Kekuatan Nominal
|
Dapat Dikonversi Menjadi
|
Rp
1.000.000/orang
Total
= Rp 59,410,331,500,000/59T
|
100
Bangunan sekolah SD, 60 Bangunan sekolah SLTP, 30 Bangunan SMU, 40 Bangunan
puskesmas baru, 20 Pasar Tradisional dan 178,230,994.50 modal
usaha. – masih bersisa Rp 2,8 T
|
Rp
100.000/orang
Total
= Rp 5,941,033,150,000/5,9T
|
100
Bangunan sekolah SD, 60 Bangunan sekolah SLTP, 30 Bangunan SMU, 40 Bangunan
puskesmas baru, 20 Pasar Tradisional. – masih bersisa Rp 2,8 T
|
Rp
10.000/orang
Total
= 594,103,315,000/594 M
|
100
Bangunan sekolah dasar plus dengan imbal jasa 800 tenaga pengajar selama 1
tahun dan biaya operasional sekolah selama 1 tahun. Masih bersisa – 64
Miliyar.
|
Dalam dunia korporasi, kita mengenal corporate
social responsibility (CSR). Menurut Kohler, CSR berhubungan erat dengan
pembangunan yang berkelanjutan, dimana perusahaan dalam melaksanakan
aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata pada pertimbangan
ekonomi, namun juga pada pertimbangan sosial dan lingkungan. Dalam arti sempit,
CSR ini bisa kita sebut dengan gerakan berbagi ala korporasi. Berbagai program
CSR bisa dalam bentuk progam amal, isu-isu sosial dan lingkungan (sumber). Namun
sayangnya, karena pengelolaan dana CSR kurang terkontrol oleh pemerintah
sehingga pengelolaannya dirasa masih belum tepat. Maksud belum tepat disini
adalah terkadang perusahaan hanya menitiberatkan program sosialnya pada
daerah-daerah tertentu saja dan boleh jadi hanya daerah-daerah tertentu saja
yang hanya mendapatkan suntikan dana CSR. Yang menyedihkan ,banyak dana CSR
masuk ke kantong-kantong oknum pejabat. Berikut highlight berita
Judul
Berita
|
Baca
Berita
|
Dana CSR Diduga Disalahgunakan
|
|
PLTU 2 Banten –Labuan Didemo, Dana CSR Diduga
Sarat Penyimpangan
|
|
Hindari Penyelewengan, Dana CSR Pendidikan
Diminta Transparan
|
|
PPATK, Dana Bansos dan CSR Rawan Diselewengkan
Untuk Parpol
|
|
Begini, Modus Penyelewengan Dana CSR Untuk
Politik
|
|
CSR BUMN Rawan Penyelenggaraan
|
Kementrian koordinator kesejahteraan
rakyat merilis data potensi dana CSR nasional dalam setahun bisa mencapai 20
triliun rupiah (sumber). Namun, selaras dengan catatan kemenkokesra,
pengelolaan dana CSR ini masih belum terarah dengan benar. Dengan nominal 20
Triliun/tahun bisa kita bayangkan berapa jumlah sekolah baru, puskesmas dan
lainnya yang akan terbangun. Potensi masyarakat sudah terlihat apalagi dengan
dana CSR perusahaan, hanya tinggal keseriusan pemerintah saja untuk komit dalam
proses pembangunan kualitas manusia secara berkelanjutan. Memang, dengan
anggaran APBN yang pas-pasan, Indonesia masih belum mampu untuk fokus pada satu
bidang. Seperti yang telah dijelaskan dimuka bahwa Indonesia masih berkutat
pada perbaikan infrastruktur ekonomi dan perangkatnya. Dengan anggaran
pendidikan yang hanya 17-18% dari total APBN, maka jangan mengharapkan adanya
lompatan dan percepatan kualitas pembangunan manusia. Gemas rasanya memang,
bila melihat keadaan bangsa yang belum berubah secara signifikan. Sudah bukan
saatnya lagi untuk menunggu pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan,
kesehatan dan ekonomi masyarakat. Saatnya kita untuk bangkit, turun ke lapangan
untuk berbagi ilmu, tenaga, fikiran bahkan materi untuk membangun negeri yang
lebih bermartabat. Dengan kekuatan berbagi, bukan mustahil akan terjadi
lompatan prestasi dalam 5-10 tahun yang akan datang.
Artikel
ini diikutsertakan dalam Lomba Penulisan Blog Putra Sampoerna Foundation dengan
mengambil tema dari salah satu pilaf PSF yaitu “Compassionate-Relief”
Seluruh
tulisan asli karya sendiri dengan merujuk pada sumber-sumber yang terpercaya
dan belum pernah diikutsertakan dalam lomba atau publikasi manapun.
(Wahyu
Heriyawan)
|
Daftar
Sumber Artikel
|
Situs/Url
|
United
Nations Development Programe
|
|
Badan
Pusat Statistik
|
|
Altitudes
Blog ( Indikator-indikator Pembangunan Manusia)
|
|
Wikipedia
|
|
Statistik
Terapan
|
|
Indonesia
Berkibar
|
|
Kemenkokesra
|
|
Kamus
Bahasa Indonesia Online
|
|
Kementrian
Sekretaris Negara
|
|
Sampoerna
Foundation
|
0 Comments