Transformasi Humanistik Based on Maqashid Syariah


Transformasi humanistik merupakan suatu keabsahan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Pasalnya, hal tersebut merupakan kewajiban bagi seorang hamba Allah untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya[1]. Hal ini berkaitan dengan kualitas dan standar seorang manusia baik secara vertikal kepada Allah Azza Wajalla maupun horizontal kepada sesama manusia. Allah ilustrasikan hal tersebut dalam Al-Qur’an dimana apabila hari ini lebih baik dari sebelumnya maka itu beruntung dan sebaliknya bila hari ini kualitasnya sama saja atau lebih buruk maka itu merupakan sebuah kerugian.
Pada dasarnya manusia merupakan ciptaan Allah yang paling sempurna. Allah tegaskan hal itu dalam Al-Quran dan sangat jelas bahwa manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna[2]. Betapa hal tersebut merupakan sebuah nikmat yang teramat indah. Namun Allah pun tegaskan kembali dalam Al-Qur’an bahwa kenikmatan yang termat itu dapat menyebabkan pada kekufuran dan menyebabkan pada kerugian yang teramat menakutkan.

Artinya : Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai[3].
            Dibalik kenikmatan yang telah diterima seorang hamba Allah tidak sedikit yang menyalahgunakan kenikmatan tersebut sehingga hidupnya tidak berarti apa apa. Maka sebuah transformasi kehidupan wajibnya dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup yang lebih baik[4].
            Kelangsungan hidup yang lebih baik kita batasi pada kemampuan seorang manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari untuk dapat survive pada kehidupan selanjutnya. Kita memahami bahwa tidak semua orang mendapatkan rezeki yang sama. Ada yang berlebih dan bahkan ada yang kekurangan. Sebagian harta yang dimiliki seorang bani adam adalah milik bani adam lainnya. Oleh karena itu sebuah kewajiban bagi seorang bani adam untuk mengeluarkan sebagian dari titipan Allah tersebut untuk saudaranya yang tidak mendapatkan perlakuan yang sama dari Allah. Adalah zakat yang Allah wajibkan kepada semua mukminin dan muslimat untuk berbagi dengan sesama manusia.
            Efortasi zakat sebagai obligatory system dalam patron islam memberikan satu kesempatan bagi seorang yang weak condition menjadi seorang hamba Allah yg mandiri. Bahkan zakat menumbuhkan konsumsi masyarakat dan kesejahteraan[5]. Seorang fakir dan miskin dapat tentu saja belum dapat kita pastika hari ini mampu memenuhi konsimsi hariannya atau tidak, oleh karena itu zakat berpotensi kuat untuk menghidupkan kesempatan seorang manusia untuk hidup lebih layak. Selanjutnya, dalam kreasi majareial zakat dapat dialokasikan pada sector-sektor public yang penting, diantaranya adalah kepada pendidikan, sosial dan agama. Untuk sektor pendidikan misalnya, zakat dapat dikembangkan untuk pembangunan sekolah bagi anak-anak yang tidak mampu. Zakat dapat dialokasikan untuk memberdayakan manusia menjadi lebih bermakna dan berkualitas. Kualitas manusia sering kita kaji dalam forum-forum ilmiah dan kita sebut dengan kekuatan manusia atau lebih tepatnya sumber daya insani. Seorang manusia telah Allah sempurnakan dengan berbagai kelebihan dan keterampilan. Dalam penilaian kekinian sumber daya insani tidak hanya diukur dari kacamata kompleksifitas pemikiran seorang manusia, namun lebih dari itu keihlasan, kejujuran, akhlaq, budi pekerti dan non-pysic  lainnya menjadi bahan penilaian dan acuan seseorang[6].


[1] Hafidhudin, Didin. Anda Bertanya tentang Zakat, Infak dan Sedekah; Kami Menjawab hal.45
[2] Ibid. -Hal 53
[3] Al-Qur’an dan Terjemah cet. Departemen Agama tahun 2001
[4] Hafidhudin, Didin. Agar Harta Berkah dan Bertambah. Hal-57.
[5] Ibid, Hal 102.
[6] Musaroh. Transformasi Organisasi dan Perubahan, Fungsi Sumber Daya Manusia di era Otonomi Daerah.

Load comments

0 Comments