Menyoal Kegagalan Pasar Pemerintah


Hidup dalam keadaan yang sulit bukan merupakan impian setiap orang. Namun inilah keadaan yang sedang kita rasakan sekarang. Ada ungkapan unik yang mengatakan “ dulu uang 100 rupiah itu bisa beli gorengan sekarang mah permen juga gak bisa”. Kondisi yang kita rasakan ini bukan pilihan kita, dan bukan pula cita cita kita, kegalauan yang terjadi dan kita rasakan merupakan kesalahan kita bersama, tapi pada kesempatan kali ini izinkan penulis membela diri bahwa pemerintah seharusnya yang paling bertanggung jawab dengan keadaan kita selama ini. Bahan bakar minyak yang langka, sulitnya air bersih, tingginya harga sembako, ruwetnya transportasi dan tata kelola pemerintahan yang tak terkontrol. Entah mau dibawa kemana negeri ini, terkadang kita sadari sendiri ingin pergi dari negeri tercinta kita dan pindah ke negeri orang.

Penulis merasakan sekali hebatnya penghargaan pemerintah Hong Kong terhadap warganya. Di sela sela masa kerja magang yang penulis lakukan di negeri beton, penulis sempatkan untuk menggali informasi mengenai kehebatan Hong Kong. Satu hal yang membuat penulis terkejut adalah, sekitar 3 bulan yang lalu saat tulisan ini dipublish (juli 2011), pemerintah Hong Kong membagikan uang kepada setiap orang warganya sebesar 6000 HKD setara dengan Rp 6.500.000. kondisi ini sering dilakukan oleh pemerintahh Hong Kong, Income yang surplus membuat pemerintah Hong Kong merasa perlu untuk membagikannya kepada warganya. Imbasnya, warga Negara Indonesia yang sudah lama menetap disana dan mempunyai KTP Hong Kong “kecipratan” income surplus pemerintah Hong Kong, Incredeable.
Tulisan ini menyoal kepuasan warga Indonesia terhadap pemerintah. Sudah lama gugatan ini kita layangkan kepada pemerintah, namun seakan tak pernah diterima dan didengar. Penulis akan mencoba untuk menggali keterpurukan ini dalam sisi ekonomi.
Kita awali dengan sebuah pertanyaan, apakah pasar pemerintah mengalami kegagalan? Jawabannya, iya. Mari kita uraikan kegagalam tersebut dalam beberapa aspek yang sangat mendasar.

Pertama, tinggginya perilaku monopoli. Undang undang telah menyatakan bahwa tindak monopoli merupakan kasus besar yang wajib dipidana. Sangat terasa monopoli ini dengan adanya salah satu perusahaan tepung terigu nusantara apalagi kalau bukan Bogasari. Perusahaan yang dimiliki seorang keturunan china ini telah mengantongi izin produksi terigu utama di nusantara dan hingga kini tidak ada satu perusahaan pun yang mampu menandingi taring sang penguasa terigu nusantara.
Kedua, ektrernalitas perusahaan yang tak terkontrol. Secara ekonomi ekstrenalitas merupakan hasil dari produksi perusahaan. Yang kita soroti adalah eksteralitas negatifnya, kasus Freeport di tanah papua dan Newmont di NTB yang acuh dengan lingkungan sekitar perusahaan merupakan bukti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap ekstrenalitas perusahaan yang “ membandel”. Tak pernah kita lihat saudara saudar kita di tanah papua sana yang telah menikmati pendidikan yang baik, distribusi makanan yang layak dan sarana transportasi yang mencukupi. Seharusnya, perusahaan yang mengggali harta publik membagikan sebagian pendapatannya kepada masyarakat sekitar berupa pendidikan yang baik, transportasi dan jalanan yang layak. Namun nyatanya tidak sama sekali. Warga NTB dan Papua masih tetap saja merasakan kekurangan dan penderitaan, dimanakah pengawasan pemerintah. Lebih dari jutaan hektar hutan kita dibabat habis perusahaan yang katanya telah mengantongi izin dati Kemendephut. Deforestasi yang tak terkontrol menjadikan hutan tak mampu menyerap air dan akhirnya kekeringan dimana mana. Gunung gunung batu di Bangka Belitung kini telah berubah menjadi lautan danau tak bertuan hasil penggalian timah oleh orang orang yang tak bertanggung jawab.

Ketiga, swastanisasi barang publik yang menyengsarakan ummat. Ingatkah kita dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 1-3 yang berisi tentang sumber daya alam. Bagaimanakah bunyinya? Bukankah sumber daya alam itu milik bersama, merupakan barang public yang tidak boleh dimiliki perorangan atau swasta. Pemerintahlah yang harus mengelolanya untuk rakyat. Mari kita sandingkan dengan fakta sekarang, untuk mendapatkan sebotol air saja kita harus mengeluarkan uang sebesar RP 3000. Maka apakah kita perlu swasembada air? Sumber sumber air di cisaat sukabumi kini dikuasai perusahaan-perusahaan besar milik asing, sebutlah salah satunya si raja air Danone. Perusaahaan milik yahudi ini telah mengantongi izin lebih dari 10 tahun yang lalu dan akan terus mempanjang kontraknya mengingat pasar Indonesia sangat menggiurkan. Baiklah bila pemerintah telah memberikan izin pengelolaan air, namun jangan lakukan pelarangan bagi masyarakat sekitar untuk memanfaatkan sumber air tersebut. Merekahalah yang lebih berhak untuk melarang Danone dan kawan kawannya untuk menggali sumur air di cisaat. Cisaat hanyalah salah satu daerah yang penulis sebutkan, masih banyak sumber air yang kini statusnya telah berpindah tangan kepada perorangan. Sudah miskin, punya banyak hutang, ya sudahlah penulis ibartkan demikian.

Keempat, unsimetrik informasi yang tak pernah dievalusi. Adakah yang tahu dimanakah asalnya belimbing, atau bika, atau salak pondoh. Mungkin untuk sebagian orang tahu, tapi sebagian banyaknya tak mengetahui sama sekali. Indonesia sebenarnya memiliki produk-produk lokal yang berkhualitas namun karena kurangnya iklan dan informasi masyarakat lebih suka membeli produk produk luar negri yang katanya lebih baik dan berkualitas. Ketidak sempurnaan informasi mengenai produk produk Indonesia uni perlu dievalusi. Sungguh penulis sangat greretan dengan pemerintah, dimanakah kepeduliaan pemerintah terhadap pengusaha dan para perajin lokal yang kini telah gulung tikar dengan serbuan barang barang china.

Gerah, panas, dan marah, mungkin itulah ekspresi kita saat ini. secara pribadi penulis menghimbau kepada para pemimpin untuk berhenti memikirkan diri mereka sendiri dan mulailah merasakan kesulitan yang sedang dirasakan warganya. Bila mereka mampu merasakan kesulitan dan kepenatan yang sedang kita rasakan, penulis yakin mereka akan mampu bekerja dengan baik untuk kemakmuran bangsa dan Negara. Ya Allah, bukakanlah hati pemerintah kami,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Load comments

0 Comments